Rabu, 27 Juni 2012
propsal skripsiku
"STUDY PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG No.703/pid.B/2004/PN.Smg TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI YAYASAN IKIP VETERAN SEMARANG DI TINJAU DALAM FIQIH JINAYAH"
A. Latar Belakang
Salah satu agenda reformasi yang dicanangkan oleh para reformis adalah memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Pada waktu digulirkannyareformasi ada suatu keyakinan bahwa peraturan perundangan yang dijadikan landasan landasan untuk memberantas korupsi dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini tersebut dapat di lihat dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/ MPR / 1998 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VIII / MPR/ 2001 Tentang Rekomendasi Arah Kebijaksanaan Pemberantasaan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan butir c konsideran Undang – undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dinyatakan sebagai berikut : “Bahwa undang – undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang – undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana
Meningkatnya kuantitas maupun kualitas tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana yang sangat dahsyat, tidak saja menggerogoti sendi-sendi perekonomian nasional yang menyebabkan semakin menjauhnya perwujudan masyarakat adil dan makmur, tetapi juga telah menimbulkan ancaman nyata terhadap bidang pendidikan, pelayanan publik, mempengaruhi mental penyelenggara negara dan membahayakan stabilitas politik nasional, singkatnya tindak pidana korupsi dapat merusak kehidupan berbangsa dan bernegara.
Identifikasi Masalah
Masalah yang akan dibahas peneliti dalam skripsi ini adalah mengenai surat keputusan No.703/pid.B/2004/PN.Smg, tanggal 26 Mei 2004 pada kasus Tindak Pidana Korupsi Dana Yayasan IKIP Semarang Antara Bulan Agustus Tahun 2002 sampai Dengan Bulan Februari Tahun 2004 yang dilakukan mantan pembantu Rektor II IKIP Veteran Semarang, Jawa Tengah Dra. Etty Hernawati binti Warsito.
Disini peneliti juga memandang dari pandangan Fiqih Jinayah pada Kasus tindak Pidana Korupsi Tersebut. Sejauh mana Hukum fiqih Jinayah mengatur tindak pidana tersebut.
Pembatasan Masalah
penelitian ini dibatasi informasi dari ternarapidana mengenai tindak pidana korupsi di atas.
penelitian ini dibatasi pada materi surat keputusan di pengadilan Negeri Semarang.
Penelitian ini hanya sebatas mengkaji Surat Keputusan pada kasus tindak pidana korupsi di atas.
Rumusan Masalah
Bagaimana UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana Korupsi, meninjau studi putusan pengadilan negeri Semarang No.703/pid.B/2004/PN.Smg tentang tindak pidana korupsi Dana Yayasan IKIP Veteran Semarang?
Bagaimana pandangan Fiqih Jinayah terhadap Putusan Pengadilan Negeri Semarang No 703/pid.B/2004/PN.Smg tentang tindak pidana Korupsi Dana Yayasan IKIP Veteran Semarang?
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui sejauh mana diberlakukan UU no 20 Tahun 2001 terhadap Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Untuk mengetahui sejauh mana Fiqih Jinayah Mengatur Tindak Pidana Korupsi.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di yayasan IKIP Veteran Semarang agar Surat Keputusan tersebut sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
Hasil penelitian ini diharapkan tindak Pidana Korupsi tidak terjadi kembali di daerah-daerah yang lain.
Kajian Pustaka
Skripsi: Hidayat, Rahmat. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi dan penerapannya di pengadilan Negeri surabaya:studi analisis hukum Islam. Surabaya: Syari`ah.2004
Skripsi: Nasrudin, Achmad. Tinjauan hukum pidana islam terhadap pertanggung jawaban dan pemidanaan Corporate Crime:studi analisis pasal 20 UU RI No.31 Th.1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Suarabaya: Fakultas Syari`ah. 2007
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Observasi
Observasi ini secara langsung melihat obyek yang peneliti teliti yang kami dapat dari Pengadilan Negeri Semarang, yaitu berupa Surat Keputusan No.703/pid.B/2004/PN.Smg, tanggal 26 Mei 2006.
Wawancara
Wawancara disini peneliti menggunakan teknik wawancara bebas. Yaitu wawancara berupa garis besar permasalahan, yang akan didapatkan dari Hakim, Terdakwa, Jaksa penuntut, dan pengacara yang terlibat dalam proses pengadilan tersebut.
Adapun pertanyaan tersebut adalah:
Apakah Surat putusan No. 703/pid.B/2004/PN.Smg sudah diuji dan dikaji ulang dengan Undang Undang No 20 tahun 2001?
Bagaimana pendapat bapak mengenai pandangan Undang-undang no 20 tahun 2001 terhadap surat putusan No. 703/pid.B/2004/PN.Smg?
Teknik Pengolahan Data
Dari proses pengumpulan data yang peneliti lakukan seperti di atas, maka peneliti dapat megolah data yang peneliti dapatkan dengan teknik pengolahan dan kontruksi penelitian hokum normative yang di antaranya:
Menarik asas-asas hukum
Menelaah sistematika peraturan perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Penelitian terhadap taraf sinkhronisasi dari peraturan perundang-undangan tentang pemberantasan tindaka pidana korupsi terhadap surat putusan No. 703/pid.B/2004/PN.Smg.
Perbandingan hukum
Sejarah hukum
Teknik analisis Data
Setelah data yang peneliti terkumpul semua baik hasil pengamatan terhadap surat putusan pengadilan negeri, coretan-coretan kecil hasil jawaban wawancara, dan data-data yang lain, peneliti mengumpulkan dan menganalisisnya. Di dalam hokum ada yang namanya asas Tidak ada kejahatan tanpa peraturan perundang – undangan yang mengaturnya. Dimana surat putusan pengadilan negeri semarang tersebut tidak ada peraturan perundang-undangan, terutama Undang-undang No 20 tahun 2001 yang menyatakan terdakwa pada kasus tersebut bersalah.
Agama Sebagai Doktrin, agama sebagai produk budaya, agama sebagai produk sosial
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Studi Islam adalah system fenomena keagamaan Islam. System keagamaan
artinya menkaji konsep-konsep keagamaan baik sebagai nilai maupun doktrin agama
Islam. Fenomena keagamaan itu sendiri adalah perwujudan sikap dan perilaku
manusia yang berhubungan dengan nilai dan doktrin tadi. Berarti studi Islam
merupakan suatu usaha pengkajian terhadap aspek-aspek keagamaan Islam maupun
aspek sosiologis yang menyangkut fakta-fakta empiris dalam kehidupan manusia
yang timbul akibat dialog antara nilai agama keagamaan dengan realitas
kehidupan manusia.
Islam dapat dikaji, dimana Islam merupakan sebuah doktrin, Islam sebagai
produk budaya dan bahakan Islam juga merupakan produk interaksi social.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Islam sebagai doktrin?
2. Bagaimana Islam sebagai produk budaya?
3. Bagaimana Islam sebagai produk interaksi social?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Agama Sebagai Doktrin
Kata doktrin berasal dari bahasa inggris doctrine yang
berarti ajaran.[1]
Dari kata doctrine itu kemudian dibentuk kata doktina;, yang berarti
yang berkenaan dengan ajaran atau bersifat ajaran.
Selain kata doctrine sebgaimana disebut diatas,
terdapat kata doctrinaire yang berarti yang bersifat teoritis yang tidak
praktis. Contoh dalam hal ini misalnya doctrainare ideas ini berrati
gagasan yang tidak praktis.[2]
Studi doktinal ini berarti studi yang berkenaan dengan
ajaran atau studi tentang sesuatu yang bersifat teoritis dalam arti tidak
praktis. Mengapa tidak praktis? Jawabannya adalah karena ajaran itu belum
menjadi sesuatu bagi seseorang yang dijadikan dasar dalam berbuat atau
mengerjakan sesuatu.
Uraian ini berkenaan dengan Islam sebagai sasaran atau
obyek studi doctrinal tersebut. Ini berarti dalam studi doctrinal kali yang di
maksud adalah studi tentang ajaran Islam atau studi Islam dari sisi teori-teori
yang dikemukakan oleh Islam.
Islam di definisikan oleh sebagian ulama sebagai
berikut: "al-Islamu wahyun ilahiyun unzila ila nabiyyi Muhammadin
Sallahu`alaihi wasallam lisa`adati al-dunya wa al-akhirah" (Islam
adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman untuk
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat).[3]
Berdasarkan pada definisi Islam sebagaimana di
kemukakan di atas, maka inti dari Islam adalah wahyu. Sedangkan wahyu yang dimaksud
di atas adalah al-Qur`an dan al-Sunnah. Al-Qur`an yang kita sekarang dalam
bentuk mushaf yang terdiri tiga puluh juz, mulai dari surah al-Fatihah dan
berakhir dengan surah al-Nas, yang jumlahnya 114 surah.
Sedangkan al-Sunnah telah terkodifikasi sejak tahun
tiga ratus hijrah. Sekarang ini kalau kita ingin lihat al-Sunnah atau
al-Hadist, kita dapat lihat di berbagai kitab hadist. Misalnya kitab hadist
Muslim yang disusun oleh Imam Muslim, kitab hadist Shaleh Bukhari yang ditulis
Imam al-Bukhari, dan lain-lain.
Dari kedua sumber itulah, al-Qur`an dan al-Sunnah,
ajaran Islam diambil. Namun meski kita mempunyai dua sumber, sebagaimana
disebut diatas, ternyata dalam realitasnya, ajaran Islam yang digali dari dua
sumber tersebut memerlukan keterlibatan tersebut dalam bentuk ijtihad.
Dengan ijtihad ini, maka ajaran berkembang. Karena
ajaran Islam yang ada di dalam dua sumber tersebut ada yang tidak terperinci,
banyak yang diajarkan secara garis besar atau global. Masalah-masalah yang
berkembang kemudian yang tidak secara terang disebut di dalam dua sumber itu di
dapatkan dengan cara ijtihad.
Dengan demikian, maka ajaran Islam selain termaktub
pula di dalam penjelasan atau tafsiran-tafsiran para ulama melalui ijtihad itu.
Hasil ijtihad selama tersebar dalam semua bidang,
bidang yang lain. Semua itu dalam bentuk buku-buku atau kitab-kitab, ada kitab
fiqih, itab ilmu kalam, kitab akhlaq, dan lain-lain.
Sampai disini jelaslah, bahwa ternyata ajaran Islam
itu selain langsung diambil dari al-Qur`an dan al-Sunnah, ada yang diambil
melalui ijtihad. Bahkan kalau persoalan hidup ini berkembang dan ijtihad terus
dilakukan untuk mencari jawaban agama Islam terhadap persoalan hidup yang belum
jelas jawabannya di dalam suatu sumber yang pertama itu. Maka ajaran yang
diambil dari ijtihad ini semakin banyak.
Studi Islam dari sisi doctrinal itu kemudian menjadi
sangat luas, yaitu studi tentang ajaran Islam baik yang ada di dalam al-Qur`an
maupun yang ada di dalam al-Sunnah serta ada yang menjadi penjelasan kedua
sember tersebut dengan melalui ijtihad.
Jadi sasaran studi Islam doctrinal ini sangat luas.
Persoalannya adalah apa yang kemudian di pelajari dari sumber ajaran Islam itu.
B. Islam Sebagai Produk Budaya
Agama merupakan kenyataan yang dapat dihayati. Sebagai
kenyataan, berbagai aspek perwujudan agama bermacam-macam, tergantung pada
aspek yang dijadikan sasaran studi dan tujuan yang hendak dicapai oleh orang
yang melakukan studi.
Cara-cara pendekatan dalam mempelajari agama dapat
dibagi ke dalam dua golongan besar, yaitu model studi ilmu-ilmu social dan
model studi budaya. Untuk yang pertama telah dibahas didalam sub bab yang lalu,
sedagkan yang kedua akan menjadi pembahasan saat ini.
Tujuan mempelajari agama Islam juga dapat
dikategorikan ke dalam dua macam, yang pertama, untuk mengetahui, memahami,
menghayati dan mengamalkan. Kedua, untuk obyek penelitian. Artinya, kalau yang
pertama berlaku khusus bagi umat Islam saja, baik yang masih awam, atau yang
sudah sarjana. Akan tetapi yang kedua berlaku umum bagi siapa saja, termasuk
sarjana-sarjana bukan Isalam, yaitu memahami. Akan tetapi realitasnya ada yang
sekedar sebagai obyek penelitian saja.
Untuk memahami suatu agama, khususnya Islam memang
harus melalui dua model, yaitu tekstual dan konstektual. Tekstua, artinya
memahami Islam melalui wahyu yang berupa kitab suci. Sedangkan kontekstual
berarti memahami Islam lewat realitas social, yang berupa perilaku masyarakat
yang memeluk agama bersangkutan.
Studi budaya di selenggarakan dengan penggunaan
cara-cara penelitian yang diatur oleh aturan-aturan kebudayaan yang
bersangkutan.
Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan yang
dipunyai oleh manusia sebagai mahkluk social yang isinya adalah
perangkat-perangkat model-model pengetahuan yang secara selektif dapat
digunakan untuk memahami dan menginterprestasi lingkungan yang di hadapi, dan
untuk mendorong dan menciptakan tindakan-tindakan yang diperlukan.[4]
Islam merupakan agama yang diwahyukan Allah SWT.
Kepada Nabi Muhammad SAW.sebagai jalan hidup untuk meraih kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat. Agama islam disebut juga agama samawi . selain agama
Islam, Yahudi dan Nasrani juga termasuk ke dalam kategori agama samawi.
Sebab keduanya merupakan agama wahyu yang diterima Nabi Musa dab Nabi Isa
sebagai utusan Allah yang menerima pewahyuan agama Yahudi dan Nasrani.
Agama wahyu bukan merupakan bagian dari kebudayaan.
Demikian pendapat Endang Saifuddin Anshari yang mengatakan dalam suatu
tulisannya bahwa:
"agama samawi dan kebudayaan tidak saling mencakup; pada prinsipnya
yang satu tidak merupakan bagian dari yang lainnya; masing-masing berdiri
sendiri. Antara keduanya tentu saja dapat saling hubungan dengan erat seperti
kita saksikan dalam kehidupan dan penghidupan manusia sehari-hari. Sebagaimana
pula terlihat dalam hubungan erat antara suami dan istri, yang dapat melahirkan
putra, namun suami bukan merupakan bagian dari si istri, demikian pula
sebaliknya."[5]
Atas dasar pandangan di atas, maka agama Islam sebagai
agama samawi bukan merupakan bagian dari kebudayaan (Islam), demikian pula
sebaliknya kebudayaan Islam bukan merupakan bagian dari agama Islam.
Masing-masing berdiri sendiri, namun terdapat kaitan erat antara keduanya.
Menurut Faisal Ismail, hubungan erat itu adalah bahwa Islam merupakan dasar,
asas pengendali, pemberi arah, dan sekaligus merupakan sumber nilai-nilai
budaya dalam pengembangan dan perkembangan cultural. Agama (Islam)lah yang
menjadi pengawal, pembimbing, dan pelestari seluruh rangsangan dan gerak
budaya, sehingga ia menjadi kebudayaan yang bercorak dan beridentitas Islam.[6]
Lebih jauh Faisal menjelaskan bahwa walaupun memiliki
keterkaitan, Islam dan kebudayaan merupakan dua entitas yang berbeda, sehingga
keduanya bisa dilihat dengan jelas dan tegas. Shalat misalnya adalah unsure
(ajaran) agama, selain berfungsi untuk melestarikan hubungan manusia dengan
Tuhan, juga dapat melestarikan hubungan manusia dengan manusia juga menjadi
pendorong dan penggerak bagi terciptanya kebudayaan. Untuk tempat sholat orang
membangun masjid dengan gaya arsitektur yang megah dan indah, membuat sajadah
alas untuk bersujud dengan berbagai disain, membuat tutup kepala, pakaian, dan
lain-lain. Itulah yang termasuk aspek kebudayaan.[7]
Proses interaksi Islam dengan budaya dapat terjadi
dalam dua kemungkinan. Pertama adalah Islam mewarnai, mengubah, mengolah,
an memperbaharui budaya. Kedua, justru Islam yang diwarnai oleh
kebudayaan. Masalahnya adalah tergantung dari kekuatan dari dua entitas kebudayaan atau entitas
keislaman. Jika entitas kebudayaan yang kuat maka akan muncul muatan-muatan
local dalam agama, seperti Islam Jawa. Sebaliknya, jika entitas Islam yang kuat
mempengaruhi budaya maka akan muncul kebudayaan Islam.[8]
Agama sebagai budaya, juga dapat diihat sebagai
mekanisme control, karena agama adalah pranata social dan gejala social, yang
berfungsi sebagai kontro, terhadap institus-institus yang ada.
Dalam kebudayaan dan peradaban dikenal umat Islam
berpegang pada kaidah: Al-Muhafadhatu ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi
al jaded al-ashlah, artinya: memelihara pada produk budaya lama yang baik dan
mengambil produk budaya baru yang lebih baik.[9]
Oleh karena itu, dapat di simpulkan bahwa hasil
pemikiran manusia yang berupa interprestasi terhadap teks suci itu disebut
kebudayaan, maka sisitem pertahanan Islam, system keuangan Islam, dan
sebagainya yang timbul sebagai hasil pemikiran manusia adalah kebudayaan pula.
Kalaupun ada perbedaannya dengan kebudayaan biasa, maka perbedaan itu terletak
pada keadaan institusi-institusi kemasyarakatan dalam Islam, yang disusun atas
dasar prinsip-prinsip yang tersebut dalam al-Qur`an.
C. Islam Sebagai Produk Interaksi Sosial
Islam sebagai sasaran
studi social ini dimaksudkan sebagai studi tentang Islam sebagai gejala social.
Hal ini menyangkut keadaan masyarakat penganut agama lengkap dengan struktur,
lapisan serta berbagai gejala social lainnya yang saling berkaitan.
Dengan demikian yang menjadi obyek dalam kaitan dengan
Islam sebagai sasaran studi social adalah Islam yang telah menggejala atau yang
sudah menjadi fenomena Islam. Yang menjadi fenomena adalah Islam yang sudah
menjadi dasar dari sebuah perilaku dari para pemeluknya.
M. Atho Mudzhar, menulis dalam bukunya, pendekatan
Studi Islam dalam Teori dan Praktek, bahwa ada lima bentuk gejala agam yang
perlu diperhatikan dalam mempelajari atau menstudi suatu agama. Pertama, scripture
atau naskah-naskah atau sumber ajaran dan symbol-simbol agama. Kedua, para
penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yaitu yang berkenaan dengan perilaku
dan penghayatan para penganutnya. Ketiga, ritus-ritus, lembaga-lembaga
dan ibadat-ibadat, seperti shalat, haji, puasa, perkawinan dan waris. Keempat,
alat-alat, organisasi-organisasi keagamaan tempat penganut agama berkumpul,
seperti NU dan lain-lain.[10]
Masih menurut M. Atho Mudzhar, agama sebagai gejala
social, pada dasarnya bertumpu pada konsep sosiologi agama. Sosiologi agama
mempelajari hubungantimbal balik antara agama dan masyarakat. Masyarakat
mempengaruhi agam, dan agama mempengaruhi masyarakat. Tetapi menurutnya,
sosiologi sekarang ini mempelajari bukan masalah timbale balik itu, melainkan
lebih kepada pengaruh agama terhadap tingkah laku masyarakat. Bagaimana agama
sebagai system nlai mempengaruhi masyarakat.[11]
Meskipun kecenderungan sosiologi agama. Beliau member
contoh teologi yang dibangun oleh orang-orang syi`ah, orang-orang khawarij,
orang-orang ahli al-Sunnah wa al-jannah dan lain-lain. Teologi-teologi yang
dibangun oleh para penganut masing-masing itu tidak lepas dari pengaruh
pergeseran perkembangan masyarakat terhadap agama.
Persoalan berikutnya adalah bagaimana lita melihat
masalah Islam sebagai sasaran studi social. Dalam menjawab persoalan ini tentu
kita berangkat dari penggunaan ilmu yang dekat dengan ilmu kealaman, karena
sesungguhnya peristiwa-peristiwa yang terjadi mengalami keterulangan yang
hampir sama atau dekat dengan ilmu kealaman, oleh karena itu dapat diuji.
Jadi dengan demikian menstudi Islam dengan mengadakan
penelitian social. Penelitian social berada diantara ilmu budaya mencoba
memahami gejala-gejala yang tidak berulang tetapi dengan cara memahami keterulangan.
Sedangkan ilmu kealaman itu sendiri paradigmanya
positivism. Paragdima positivism dalam ilmu ini adalah sesuatu itu baru
dianggap sebagai ilmu kalau dapat dimati (observable), dapat diukur (measurable),
dan dapat dibuktikan (verifiable). Sedangkan ilmu budaya hanya dapat
diamati. Kadang-kadang tidak dapat diukur atau diverifikasi. Sedangkan ilmu
social yang diangap dekat dengan ilmu kealaman berarti juga dapat diamati,
diukur, dan diverifikasi.
Melihat uraian di atas, maka jika Islam dijadikan
sebagai sasaran studi social, maka harus mengikuti paragdima positivism itu,
yaitu dapat diamati gejalanya, dapat diukur, dan dapat diverifikasi.
Hanya saja sekarang ini juga berkembang penelitian
kualitatif yang tidak menggunakan paragdima positivisme. Ini berarti ilmu
social itu dianggap tidak dekat kepada ilmu kealaman. Jika halnya demikian,
maka berarti dekat kepada ilmu budaya ini berarti sifatnya unik.
Lima hal sebagai gejala agama yang telah disebut di
atas kemudian dapat dijadikan obyek dari kajian Islam dengan menggunakan
pendekatan ilmu social sebagaimana juga telah dungkap diatas.
Masalahnya tokoh agama Islam, penganut agama Islam,
interaksi antar umat beragama, dan lain-lain dapat diangkat menjadi sasaran
studi Islam.
BAB III
KESIMPULAN
Islam sebagai doktrin,
di definisikan oleh sebagian ulama sebagai berikut: "al-Islamu
wahyun ilahiyun unzila ila nabiyyi Muhammadin Sallahu`alaihi wasallam
lisa`adati al-dunya wa al-akhirah" (Islam adalah wahyu yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman untuk kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat).
Agama samawi dan kebudayaan tidak saling mencakup;
pada prinsipnya yang satu tidak merupakan bagian dari yang lainnya;
masing-masing berdiri sendiri. Antara keduanya tentu saja dapat saling hubungan
dengan erat seperti kita saksikan dalam kehidupan dan penghidupan manusia
sehari-hari. Sebagaimana pula terlihat dalam hubungan erat antara suami dan
istri, yang dapat melahirkan putra, namun suami bukan merupakan bagian dari si
istri, demikian pula sebaliknya
Islam sebagai sasaran studi social ini dimaksudkan
sebagai studi tentang Islam sebagai gejala social. Hal ini menyangkut keadaan
masyarakat penganut agama lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai
gejala social lainnya yang saling berkaitan.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun: Studi Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya. Pengantar Studi
Islam. 2005.Surabaya: IAIN AMPEL PRESS SURABAYA
Endang
Saifuddin Anshari. Pokok-pokok Pikiran Tentang Islam.cet. 1 9Bnadung:
C.V. Pelajar. 1996)
Masyhur Amin,
Ismail S. Ahmad (ed), Dialog Pemikiran Islam dan Empirik, LAKPESDAM.
Yogyakarta, cet. I, 1993,
Faisal Ismail, Paragdima
Kebudayaan Islam Studi Kritis dan Refleksi Historis (Yogyakarta: Titian
Ilahi Press, 1998),
M. Atho
Mudzhar, Pendekatan Studi Islam;dalam Teori dan Praktek. 1998 (Pustaka
Pelajar, Yogyakarta)
[1] Baca: John M. Echols dan Hasan
Shadily, kamus Inggris Indonesia, 1990, Gramedia, Jakarta, hal. 192
[2] Ibid
[3] M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi
Islam;dalam Teori dan Praktek. 1998 (Pustaka Pelajar, Yogyakarta) hal.19.
[4] Persudi Suparlan. "Kebudayaan dan
Pembengunan" dalam kapan Agama dan Masyarakat, Balitbang Agama.
Departemen Agama. Jakarta. 1991-1992. Hal.85
[5] Endang Saifuddin Anshari. Pokok-pokok
Pikiran Tentang Islam.cet. 1 9Bnadung: C.V. Pelajar. 1996), hlm.46
[6] Faisal Ismail, Paragdima Kebudayaan
Islam Studi Kritis dan Refleksi Historis (Yogyakarta: Titian Ilahi Press,
1998), hlm. 43-44.
[7] ibid
[8] Simuh. Islam dan Pergumulan Budaya
Jawa (Jakarta: Teraju, 2003)hlm.8.
[9] Masyhur Amin, Ismail S. Ahmad (ed), Dialog
Pemikiran Islam dan Empirik, LAKPESDAM. Yogyakarta, cet. I, 1993, hal. VI.
[10] M. Atho Mudzhar. Pengantar Studi
Islam dalam Teori dan praktek, hal.13-14
[11] ibid
Senin, 25 Juni 2012
propsal sripsiku
"STUDY PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG No.703/pid.B/2004/PN.Smg TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI YAYASAN IKIP VETERAN SEMARANG DI TINJAU DALAM FIQIH JINAYAH"
A. Latar Belakang
Salah satu agenda reformasi yang dicanangkan oleh para reformis adalah memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Pada waktu digulirkannyareformasi ada suatu keyakinan bahwa peraturan perundangan yang dijadikan landasan landasan untuk memberantas korupsi dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini tersebut dapat di lihat dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/ MPR / 1998 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VIII / MPR/ 2001 Tentang Rekomendasi Arah Kebijaksanaan Pemberantasaan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan butir c konsideran Undang – undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dinyatakan sebagai berikut : “Bahwa undang – undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang – undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana
Meningkatnya kuantitas maupun kualitas tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana yang sangat dahsyat, tidak saja menggerogoti sendi-sendi perekonomian nasional yang menyebabkan semakin menjauhnya perwujudan masyarakat adil dan makmur, tetapi juga telah menimbulkan ancaman nyata terhadap bidang pendidikan, pelayanan publik, mempengaruhi mental penyelenggara negara dan membahayakan stabilitas politik nasional, singkatnya tindak pidana korupsi dapat merusak kehidupan berbangsa dan bernegara.
Identifikasi Masalah
Masalah yang akan dibahas peneliti dalam skripsi ini adalah mengenai surat keputusan No.703/pid.B/2004/PN.Smg, tanggal 26 Mei 2004 pada kasus Tindak Pidana Korupsi Dana Yayasan IKIP Semarang Antara Bulan Agustus Tahun 2002 sampai Dengan Bulan Februari Tahun 2004 yang dilakukan mantan pembantu Rektor II IKIP Veteran Semarang, Jawa Tengah Dra. Etty Hernawati binti Warsito.
Disini peneliti juga memandang dari pandangan Fiqih Jinayah pada Kasus tindak Pidana Korupsi Tersebut. Sejauh mana Hukum fiqih Jinayah mengatur tindak pidana tersebut.
Pembatasan Masalah
penelitian ini dibatasi informasi dari ternarapidana mengenai tindak pidana korupsi di atas.
penelitian ini dibatasi pada materi surat keputusan di pengadilan Negeri Semarang.
Penelitian ini hanya sebatas mengkaji Surat Keputusan pada kasus tindak pidana korupsi di atas.
Rumusan Masalah
Bagaimana UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana Korupsi, meninjau studi putusan pengadilan negeri Semarang No.703/pid.B/2004/PN.Smg tentang tindak pidana korupsi Dana Yayasan IKIP Veteran Semarang?
Bagaimana pandangan Fiqih Jinayah terhadap Putusan Pengadilan Negeri Semarang No 703/pid.B/2004/PN.Smg tentang tindak pidana Korupsi Dana Yayasan IKIP Veteran Semarang?
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui sejauh mana diberlakukan UU no 20 Tahun 2001 terhadap Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Untuk mengetahui sejauh mana Fiqih Jinayah Mengatur Tindak Pidana Korupsi.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di yayasan IKIP Veteran Semarang agar Surat Keputusan tersebut sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
Hasil penelitian ini diharapkan tindak Pidana Korupsi tidak terjadi kembali di daerah-daerah yang lain.
Kajian Pustaka
Skripsi: Hidayat, Rahmat. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi dan penerapannya di pengadilan Negeri surabaya:studi analisis hukum Islam. Surabaya: Syari`ah.2004
Skripsi: Nasrudin, Achmad. Tinjauan hukum pidana islam terhadap pertanggung jawaban dan pemidanaan Corporate Crime:studi analisis pasal 20 UU RI No.31 Th.1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Suarabaya: Fakultas Syari`ah. 2007
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Observasi
Observasi ini secara langsung melihat obyek yang peneliti teliti yang kami dapat dari Pengadilan Negeri Semarang, yaitu berupa Surat Keputusan No.703/pid.B/2004/PN.Smg, tanggal 26 Mei 2006.
Wawancara
Wawancara disini peneliti menggunakan teknik wawancara bebas. Yaitu wawancara berupa garis besar permasalahan, yang akan didapatkan dari Hakim, Terdakwa, Jaksa penuntut, dan pengacara yang terlibat dalam proses pengadilan tersebut.
Adapun pertanyaan tersebut adalah:
Apakah Surat putusan No. 703/pid.B/2004/PN.Smg sudah diuji dan dikaji ulang dengan Undang Undang No 20 tahun 2001?
Bagaimana pendapat bapak mengenai pandangan Undang-undang no 20 tahun 2001 terhadap surat putusan No. 703/pid.B/2004/PN.Smg?
Teknik Pengolahan Data
Dari proses pengumpulan data yang peneliti lakukan seperti di atas, maka peneliti dapat megolah data yang peneliti dapatkan dengan teknik pengolahan dan kontruksi penelitian hokum normative yang di antaranya:
Menarik asas-asas hukum
Menelaah sistematika peraturan perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Penelitian terhadap taraf sinkhronisasi dari peraturan perundang-undangan tentang pemberantasan tindaka pidana korupsi terhadap surat putusan No. 703/pid.B/2004/PN.Smg.
Perbandingan hukum
Sejarah hukum
Teknik analisis Data
Setelah data yang peneliti terkumpul semua baik hasil pengamatan terhadap surat putusan pengadilan negeri, coretan-coretan kecil hasil jawaban wawancara, dan data-data yang lain, peneliti mengumpulkan dan menganalisisnya. Di dalam hokum ada yang namanya asas Tidak ada kejahatan tanpa peraturan perundang – undangan yang mengaturnya. Dimana surat putusan pengadilan negeri semarang tersebut tidak ada peraturan perundang-undangan, terutama Undang-undang No 20 tahun 2001 yang menyatakan terdakwa pada kasus tersebut bersalah.
pengertian asuransi
Pengertian asuransi dalam konteks perusahaan asuransi menurut syariah atau asuransi Islam secara umum sebenarnya tidak jauh berbeda dengan asuransi konvensional. Di antara keduanya, baik asuransi konvensional maupun asuransi syariah mempunyai persamaan yaitu perusahaan asuransi hanya berfungsi sebagai fasilitator hubungan structural antara peserta penyetor premi (penanggung) dengan peserta penerima pembayaran klaim (tertanggung). Secara umum asuransi Islam atau sering diidtilahkan dengan tafakul dapat digambarkan sebagai asuransi yang prinsip operasionalnya didasarkan pada syariat Islam dengan mengacu kepada Al-Qur`an dan As-Sunnah.
Lembaga asuransi sebagaimana dikenal sekarang sesungguhnya tidak dikenal pada masa awal Islam, akibatnya banyak literature Islam menyimpulkan bahwa asuransi tidak dapat dipandang praktik yang halal. Walaupun secara jelas mengenai lembaga asuransi ini tidak dikenal pada masa Islam, akan tetapi terdapat beberapa aktivitas Rasulullah yang mengarah pada prinsip-prinsip asuransi. Misalnya, konsep tangung jawab bersama yang disebut dengan system aqilah. System tersebut telah berkembang pada masyarakat Arab sebelum lahirnya Rasulullah SAW kemudian pada zaman Rasululllah SAW atau pada masa awal Islam system tersebut dipraktekkan di antara kaum Muhajirin dan Anshar. System aqilah adalah system menghimpun anggota untuk menyumbang dalam suatu tabungan bersama yang dikenal sebagai "kunz". Tabungan ini bertujuan untuk memberikan pertolongan kepada keluarga korban yang terbunuh secara tidak sengaja dan untuk membebaskan hamba sahaya.
Hakikat asuransi secara islami adalah saling bertanggung jawab, saling bekerja sama atau bantu-membantu dan saling melindungi penderitaan satu sama lain. Oleh karena itu berasuransi diperbolehkan secara syariat, karena prinsip-prinsip dasar syariat mengajak kepada setiap sesuatu yang berakibat keeratan jalinan sesame manusia dan kepada sesuatu yang meringankan bencana mereka sebagaimana firman Allah Taala dam Al-Qur`an surah al-Maidah ayat 2.
Adapun perbedaan antara asuransi konvensional dan asuransi Syariah adalah:
Keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah merupakan suatu keharusan.
Prisip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong menolong).
Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sisitem bagi hasil (mudharabah).
Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah.
Untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari dana tabarru` (dana social) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong bila ada peserta yang terkena musibah.
Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha perasuransian, maka asuransi syariah atau takaful terdiri dari dua jenis, yaitu:
Takaful keluarga (Asuransi Jiwa), adalah bentuk asuransi yang memberikan perlindungan dalam menghadapi musibah kematian dan kecelakaan atas diri peserta asuransi takaful. Produk takaful keluarga meliputi: takaful berencana, takaful pembiayaan, takaful pendidikan, takaful dana haji, takaful berjangka, takaful kecelakaan siswa, takaful kecelakaan diri, dan takaful khairat keluarga.
Takaful umum (Asuransi Kerugian), adalah bentuk asuransi syariah yang memberikan perlindungan financial dalam menghadapi bencana atau kecelakaan atas harta benda milik peserta takaful, seperti rumah bangunan dan sebagainya. Produk takaful umum meliputi : takaful kendaraan bermotor, takaful kebakaran, takaful kecelakaan diri, takaful pengangkutan laut, takaful rekayasa, dll.
Sebagaimana asuransi konvensional, pembinaan dan pengawasan asuransi syariah dilakukan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia. Hal ini berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian yang menyatakan bahwa: "Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh menteri."
Namun seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa pada asuransi syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan independen yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) pada sebuah perusahaan asuransi.
Minggu, 24 Juni 2012
RUU
UNDANG – UNDANG REPUBILK INDONESIA
NOMOR ………. TAHUN ………
TENTANG
KEBEBASAN MEMELUK AGAMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa kebebasan memeluk
agama merupakan suatu kerukunan antar umat beragama yang mempunyai suatu
kepercayaan yang berbeda sebagaimana yang diamatkan dalam Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. bahwa setiap warga Negara Indonesia
memiliki keyakinan dan kepercayaan yang berbeda-beda dalam hal sebuah agama
c. bahwa kerukunan antar umat beragama
sangatlah penting dalam membentuk suatu Negara yang damai, aman dan sejahtera.
d. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu membentuk undang-undang
tentang Kebebasan Memeluk Agama.
Mengingat:
Pasal 29 ayat (1) dan (2), pasal 28E ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan: UNDANG – UNDANG TENTANG
KEBEBASAN MEMELUK AGAMA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang – undang ini yang dimaksud
dengan:
- Agama adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya.
- Islam adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. berpedoman pada kitab suci Al-Qur`an yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah Swt.
- Kristen adalah agama yang disampaikan oleh Kristus (Nabi Isa)
- Katolik adalah agama (umat) kristen yang pemimpin tertinginya paus, yang berkedudukan di vatikan.
- Budha adalah agama yang diajarkan oleh Sidharta Gautama.
- Hindu adalah agama yang berkitap suci weda.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Perbedaan dan
kebebasan dalam memeluk agama berasaskan kepercayaan bagi setiap pemeluknya
dengan mengutamakan kepentingan nasional, persatuan dan kesatuan serta
menjunjung tinggi etika.
Pasal 3
Kebebasan memeluk
agama tetap dijunjung di Negara Indonesia dengan tujuan untuk:
- Memberi kebebasan setiap warga negara Indonesia dalam menjalankan kepercayaan dan keyakinan setiap masing-masing Warga Negara Indonesia.
- Mendukung persatuan dan kesatuan bangsa antar umat beragama.
BAB III
AGAMA
Pasal 4
Yang termasuk agama
dalam Undang- undang ini
adalah:
- Islam
- Kristen
- Katolik
- Buddha
- Hindu
Pasal 5
Agama selain yang tercantum dalam pasal 4,
tidak termasuk agama yang diakui di Negara Republik Indonesia.
Pasal 6
Agama yang tercantum dalam pasal 4,
merupakan agama yang di akui di Negara Indonesia dan dapat menjadi alat
persyaratan administrasi Negara.
BAB IV
PEDOMAN AGAMA
Pasal 7
- Agama Islam berpedoman pada kitap Suci Al-Qur`an yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw.
- Agama Kristen berpedoman pada Al Kitab yang di sebut injil yang disampaikan oleh kristus (Nabi Isa)
- Agama Katolik berpedoman pada Al-Kitab dimana pemimpin tertingginya adalah paus.
- Agama Buddha berpedoman pada kitab suci Tipika yang diajarkan oleh Sidharta Gautama.
- Agama Hindu berpedoman pada kitab Weda .
Pasal 8
Bahwa 5 agama yang tercantum dalam
pasal 4 tidak berpedoman seperti halnya
yang di atur dalam pasal 7, bukanlah agama yang di akui Negara Indonesia.
Pasal 9
Jika ada agama yang tidak sesuai dengan apa
yang tercntum di dalam pasal 7, Negara tidak mempunyai kewajiban melindungi
warga negaranya dalam hal kebebasan memeluk agama.
BAB V
KETENTUAN PIDANA
Pasal 10
Barang siapa dengan sengaja mengusik agama
lain, dengan cara merusak tempat ibadah, menggagu orang beribadah, dan merusak
ketentaramannya akan di penjarakan selama 4 tahun penjara dan denda Rp.
5.000.000,00.
Pasal 11
Barang siapa dengan sengaja
menjelek-jelekkan nama baik suatu agama ataupun agama selain dipeluknya akan di
penjarakan 3 tahun 7 bulan dan denda sebesar Rp.10.000.000,00
Pasal 12
Barang siapa yang tidak mengakui agamanya
seperti yang tercantum dalam pasal 7 an membuat pedoman dan kepercayaannya
sendiri akan di penjarakan selama 15 tahun penjara.
Pasal 13
Barang siapa yang dengan sengaja
menyebarkan ajaran suatu agama, dimana agama tersebut tidak sesuai dengan
keterang yang tercantum dalam pasal 7, akan dipenjarakan seumur hidup.
Pasal 14
Barang siapa yang dengan sengaja ataupun
tidak sengaja, menghancurkan tempat ibadah, baik agamanya sendiri ataupun agama
lain, akan di hokum mati.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Undang-undang ini mulai berlaku pada
tanggal yang diundangkan dan penerapannya diatur dengan pemerintah
selambat-lambatnya lima tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di
Jakarta
Pada tanggal
: ………………….. . . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
……………..………………….
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal ………………
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
…………………………….
UNDANG – UNDANG REPUBILK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 1995
TENTANG
KEBEBASAN MEMELUK AGAMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa kebebasan memeluk
agama merupakan suatu kerukunan antar umat beragama yang mempunyai suatu
kepercayaan yang berbeda sebagaimana yang diamatkan dalam Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. bahwa setiap warga Negara Indonesia
memiliki keyakinan dan kepercayaan yang berbeda-beda dalam hal sebuah agama
c. bahwa kerukunan antar umat beragama
sangatlah penting dalam membentuk suatu Negara yang damai, aman dan sejahtera.
d. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu membentuk undang-undang
tentang Kebebasan Memeluk Agama.
Mengingat:
Pasal 29 ayat (1) dan (2), pasal 28E ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan: UNDANG – UNDANG TENTANG
KEBEBASAN MEMELUK AGAMA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang – undang ini yang dimaksud
dengan:
- Agama adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya.
- Islam adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. berpedoman pada kitab suci Al-Qur`an yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah Swt.
- Kristen adalah agama yang disampaikan oleh Kristus (Nabi Isa)
- Katolik adalah agama (umat) kristen yang pemimpin tertinginya paus, yang berkedudukan di vatikan.
- Budha adalah agama yang diajarkan oleh Sidharta Gautama.
- Hindu adalah agama yang berkitap suci weda.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Perbedaan dan
kebebasan dalam memeluk agama berasaskan kepercayaan bagi setiap pemeluknya
dengan mengutamakan kepentingan nasional, persatuan dan kesatuan serta
menjunjung tinggi etika.
Pasal 3
Kebebasan memeluk
agama tetap dijunjung di Negara Indonesia dengan tujuan untuk:
- Memberi kebebasan setiap warga negara Indonesia dalam menjalankan kepercayaan dan keyakinan setiap masing-masing Warga Negara Indonesia.
- Mendukung persatuan dan kesatuan bangsa antar umat beragama.
BAB III
AGAMA
Pasal 4
Yang termasuk agama
dalam Undang- undang ini
adalah:
- Islam
- Kristen
- Katolik
- Buddha
- Hindu
Pasal 5
Agama selain yang tercantum dalam pasal 4,
tidak termasuk agama yang diakui di Negara Republik Indonesia.
Pasal 6
Agama yang tercantum dalam pasal 4,
merupakan agama yang di akui di Negara Indonesia dan dapat menjadi alat
persyaratan administrasi Negara.
BAB IV
PEDOMAN AGAMA
Pasal 7
- Agama Islam berpedoman pada kitap Suci Al-Qur`an yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw.
- Agama Kristen berpedoman pada Al Kitab yang di sebut injil yang disampaikan oleh kristus (Nabi Isa)
- Agama Katolik berpedoman pada Al-Kitab dimana pemimpin tertingginya adalah paus.
- Agama Buddha berpedoman pada kitab suci Tipika yang diajarkan oleh Sidharta Gautama.
- Agama Hindu berpedoman pada kitab Weda .
Pasal 8
Bahwa 5 agama yang tercantum dalam
pasal 4 tidak berpedoman seperti halnya
yang di atur dalam pasal 7, bukanlah agama yang di akui Negara Indonesia.
Pasal 9
Jika ada agama yang tidak sesuai dengan apa
yang tercntum di dalam pasal 7, Negara tidak mempunyai kewajiban melindungi
warga negaranya dalam hal kebebasan memeluk agama.
BAB V
KETENTUAN PIDANA
Pasal 10
Barang siapa dengan sengaja mengusik agama
lain, dengan cara merusak tempat ibadah, menggagu orang beribadah, dan merusak
ketentaramannya akan di penjarakan selama 4 tahun penjara dan denda Rp.
5.000.000,00.
Pasal 11
Barang siapa dengan sengaja
menjelek-jelekkan nama baik suatu agama ataupun agama selain dipeluknya akan di
penjarakan 3 tahun 7 bulan dan denda sebesar Rp.10.000.000,00
Pasal 12
Barang siapa yang tidak mengakui agamanya
seperti yang tercantum dalam pasal 7 an membuat pedoman dan kepercayaannya
sendiri akan di penjarakan selama 15 tahun penjara.
Pasal 13
Barang siapa yang dengan sengaja
menyebarkan ajaran suatu agama, dimana agama tersebut tidak sesuai dengan
keterang yang tercantum dalam pasal 7, akan dipenjarakan seumur hidup.
Pasal 14
Barang siapa yang dengan sengaja ataupun
tidak sengaja, menghancurkan tempat ibadah, baik agamanya sendiri ataupun agama
lain, akan di hokum mati.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Undang-undang ini mulai berlaku pada
tanggal yang diundangkan dan penerapannya diatur dengan pemerintah
selambat-lambatnya lima tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di
Jakarta
Pada tanggal
: ………………….. . . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
……………..………………….
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal ………………
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
…………………………….
UNDANG – UNDANG REPUBILK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2009
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG – UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1995 TENTANG KEBEBASAN
MEMELUK AGAMA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa kebebasan memeluk agama merupakan
suatu kerukunan antar umat beragama yang mempunyai suatu kepercayaan yang
berbeda sebagaimana yang diamatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
b. bahwa setiap warga Negara Indonesia
memiliki keyakinan dan kepercayaan yang berbeda-beda dalam hal sebuah agama
c. bahwa kerukunan antar umat beragama
sangatlah penting dalam membentuk suatu Negara yang damai, aman dan sejahtera.
d. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu membentuk undang-undang
tentang Kebebasan Memeluk Agama.
Mengingat:
- Pasal 29 ayat (1) dan (2), pasal 28E ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Undang-undang Nomor 23 tahun 1995 tentang Kebebasan Memeluk Agama.
Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan: UNDANG – UNDANG TENTANG PERUBAHAN
ATAS UNDANG – UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1995 TENTANG KEBEBASAN MEMELUK AGAMA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang – undang ini yang dimaksud dengan:
- Agama adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya.
- Islam adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. berpedoman pada kitab suci Al-Qur`an yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah Swt.
- Kristen adalah agama yang disampaikan oleh Kristus (Nabi Isa)
- Katolik adalah agama (umat) kristen yang pemimpin tertinginya paus, yang berkedudukan di vatikan.
- Budha adalah agama yang diajarkan oleh Sidharta Gautama.
- Hindu adalah agama yang berkitap suci weda.
- Khonghucu adalah agama yang berasal dari cina yang dibawa oleh pedagang Tionghoa dan imigran.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Perbedaan dan
kebebasan dalam memeluk agama berasaskan kepercayaan bagi setiap pemeluknya
dengan mengutamakan kepentingan nasional, persatuan dan kesatuan serta
menjunjung tinggi etika.
Pasal 3
Kebebasan memeluk
agama tetap dijunjung di Negara Indonesia dengan tujuan untuk:
- Memberi kebebasan setiap warga negara Indonesia dalam menjalankan kepercayaan dan keyakinan setiap masing-masing Warga Negara Indonesia.
- Mendukung persatuan dan kesatuan bangsa antar umat beragama.
BAB III
AGAMA
Pasal 4
Yang termasuk agama
dalam Undang- undang ini adalah:
- Islam
- Kristen
- Katolik
- Buddha
- Hindu
- Khonghucu
Pasal 5
Agama selain yang tercantum dalam pasal 4,
tidak termasuk agama yang diakui di Negara Republik Indonesia.
Pasal 6
Agama yang tercantum dalam pasal 4,
merupakan agama yang di akui di Negara Indonesia dan dapat menjadi alat
persyaratan administrasi Negara.
BAB IV
PEDOMAN AGAMA
Pasal 7
- Agama Islam berpedoman pada kitap Suci Al-Qur`an yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw.
- Agama Kristen berpedoman pada Al Kitab yang di sebut injil yang disampaikan oleh kristus (Nabi Isa)
- Agama Katolik berpedoman pada Al-Kitab dimana pemimpin tertingginya adalah paus.
- Agama Buddha berpedoman pada kitab suci Tipika yang diajarkan oleh Sidharta Gautama.
- Agama Hindu berpedoman pada kitab Weda .
- Agama khonghucu di bawa dan disampaikan oleh Kongzi, Kongchu, confucus
Pasal 8
Bahwa 6 agama yang tercantum dalam
pasal 4 tidak berpedoman seperti halnya
yang di atur dalam pasal 7, bukanlah agama yang di akui Negara Indonesia.
Pasal 9
Jika ada agama yang tidak sesuai dengan apa
yang tercntum di dalam pasal 7, Negara tidak mempunyai kewajiban melindungi
warga negaranya dalam hal kebebasan memeluk agama.
BAB V
HARI RAYA
Pasal 10
- Hari Raya Agama Islam adalah Hari Raya Idul Fitri yang jatuh setiap 1 syawal
- Hari Raya Agama Kristen adalah Hari Natal yang jatuh setiap tanggal 25 Desember.
- Hari Raya Agama Katolik adalah Hari Natal yang jatuh setiap tangal 25 Desember.
- Hari Raya Agama Buddha adalah hari Waisak.
- Hari Raya Agama Hindu adalah Hari Raya Nyepi.
- Hari raya Agama Khonghucu adalah Hari Tahun baru imlek
BAB VI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 11
Barang siapa dengan sengaja mengusik agama
lain, dengan cara merusak tempat ibadah, menggagu orang beribadah, dan merusak
ketentaramannya akan di penjarakan selama 4 tahun penjara dan denda Rp. 5.000.000,00.
Pasal 12
Barang siapa dengan sengaja
menjelek-jelekkan nama baik suatu agama ataupun agama selain dipeluknya akan di
penjarakan 3 tahun 7 bulan dan denda sebesar Rp.10.000.000,00
Pasal 13
Barang siapa yang tidak mengakui agamanya
seperti yang tercantum dalam pasal 7 an membuat pedoman dan kepercayaannya
sendiri akan di penjarakan selama 15 tahun penjara.
Pasal 14
Barang siapa yang dengan sengaja
menyebarkan ajaran suatu agama, dimana agama tersebut tidak sesuai dengan
keterang yang tercantum dalam pasal 7, akan dipenjarakan seumur hidup.
Pasal 15
Barang siapa yang dengan sengaja ataupun
tidak sengaja, menghancurkan tempat ibadah, baik agamanya sendiri ataupun agama
lain, akan di hokum mati.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Undang-undang ini mulai berlaku pada
tanggal yang diundangkan dan penerapannya diatur dengan pemerintah
selambat-lambatnya lima tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di
Jakarta
Pada tanggal
: 24 Juli 2006 .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
……………..………………….
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 24 Juli 2006
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
…………………………….
Langganan:
Postingan (Atom)